Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Penjelasan Teori Keagenan: Masalah dan Cara Mengatasinya

Teori keagenan atau teori agensi adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan manajemen.

Manajemen adalah agen yang ditunjuk oleh pemegang saham (prinsipal) yang diberi tugas dan wewenang mengelola perusahaan atas nama pemegang saham.

Teori keagenan atau teori agensi muncul ketika pemegang saham mempekerjakan pihak lain dalam mengelola perusahaan yang dimilikinya. Teori agensi melakukan pemisahan terhadap pemegang saham (prinsipal) dengan manajemen (agen).

Walau prinsipal adalah pihak yang memberikan wewenang kepada agen, namun prinsipal tidak boleh mencampuri urusan teknis dalam operasi perusahaan.

Contoh sederhana teori agensi adalah seorang pengusaha warnet yang tidak bisa mengelola dan menjaga warnet yang dimiliki karena kesibukannya. Pemilik warnet (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola dan menjaganya. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik warnet.

Agen mempunyai wewenang untuk mengelola warnet. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji) dan bertanggung jawab kepada pemilik.

Lalu apa menariknya hubungan agen dan prinsipal sampai harus ada teori agensi ?

Itukan hanya hubungan kerja semata ?

Hampir pasti ada masalah yang bisa timbul dari kerjasama prinsipal dan agen tersebut. Bahkan ada biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk mengawasinya.

Teori agensi berfungsi untuk menganalisa dan menemukan solusi terhadap masalah masalah yang ada dalam hubungan keagenan antara manajemen dan pemegang saham.

Pada tingkat usaha yang masih kecil, seperti usaha warnet tadi, pemilik masih bisa mengelola sendiri warnet yang dia miliki, kalaupun harus menyusurun "agen" untuk menjaganya, pengawasannya masih mudah. Yang mengelola warnet mungkin maksimal hanya 2 orang. Mengawasi 2 orang tersebut masih gampang walaupun ada potensi konflik, kecurangan dan yang lainnya yang bisa merugikan.

Bagaimana jika skala usaha yang lebih besar, masif, ada jutaan kegiatan yang dilakukan dan terdiri dari banyak komponen dan sistem yang rumit seperti perusahaan besar ?

Cara mengawasinya lebih susah. Potensi adanya masalah kian besar. Bahkan perlu biaya hanya untuk mengawasi agen tersebut.

Masalah Teori Keagenan | Agency Problem

Btw, mengapa agen harus diawasi ?

Simpelnya, prinsipal berjaga-jaga agar tidak rugi atau dirugikan oleh agen.

Dirugikan bagaimana ?

# Agen berntindak untuk kepentingan dirinya sendiri

Pada teori keagenan, setiap individu, baik prinsipal ataupun manajemen diasumsikan selalu bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka, terutama manajemen menggunakan wewenang yang dimiliki sesuai dengan apa yang menguntungkan mereka. Kepentingan prinsipal bisa terpinggirkan.

Posisi, fungsi, kondisi dan situasi, tujuan, latar belakang dan keinginan manajemen yang berbeda dengan apa yang diinginkan oleh prinsipal akan memunculkan konflik kepentingan (conflict of interest) diantara keduanya. Maka muncul masalah keagenan (agency problem)

Prinsipal bisa dirugikan atas apa yang dilakukan oleh manajemen.

Alih alih bisa menghasilkan keuntungan yang tinggi, manajemen dengan wewenang yang dimilikinya bisa melakukan hal hal yang merugikan seperti:
  1. Mengangkat bawahan dengan nepotisme
  2. Tidak memberhentikan bawahan yang tidak memiliki kemampuan yang memadai
  3. Memalsukan laporan.
  4. Boros dalam pengeluaran yang tidak berdampak banyak terhadap kemajuan perusahaan. Bahkan agen bisa menambah fasilitas dan gaji mereka sendiri.
Untuk itulah, pada teori agensi, kebijakan dan aktivitas manajemen perusahaan harus diawasi.

Perbedaan tujuan dan kepentingan bahkan bukan hanya melibatkan antara manajemen dengan pemegang saham saja, namun juga merambat kepihak-pihak lain. Pada teori agensi setidaknya ada 3 macam konflik kepentingan yang bisa terjadi pada perusahaan:
  1. Pemegang saham vs manajemen
  2. Pemegang saham vs kreditur
  3. Manajemen vs bawahan

# Asimeteri Informasi

Seandainya saja pemegang saham dan manajemen memiliki inforimasi yang sama mengenai perusahaan, mungkin saja masalah agensi tidak akan rumit walaupun manajemen memiliki kepentingan yang berbeda. Prinsipal bisa lebih mudah mengontrolnya karena sudah memiliki informasi yang lengkap. Terutama tentang apa saja yang dilakukan oleh agen.

Nyatanya, informasi yang seimbang antara yang diterima manajemen dan pemegang saham tidak seimbang. 

Manajemen mempunyai informasi yang lebih lengkap dan rinci tentang perusahaan dibandingkan pemegang saham. 

Terjadi asimetri informasi. 

Asimetri informasi bisa memicu masalah keagenan. Kondisi pemegang saham yang tidak mengetahui informasi sedatail manajemen bisa dimanfaatkan oleh manajemen yang lebih mengetahui informasi apa saja mengenai perusahaan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Ada potensi agen menyembunyikan informasi. Bahkan agen bisa saja mempengaruhi angka angka laporan yang disajikan yang bisa menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham.

Agen bisa saja memberikan informasi yang tidak benar kepada prinsipal. Seolah olah perusahaan sedang berkinerja baik walaupun kenyataannya tidak demikian. Ketidaktahuan prinsipal memberikan celah bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba (memanipulasi laporan keuangan) untuk kepentingan dirinya sendiri.

Mengatasi Masalah Keagenan

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasi atau lebih tepatnya meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen, seperti yang diutarakan oleh Bathala(1994):
  1. Menyamakan kepentingan manajemen
  2. Pengawasan Good corporate governance (GCG)
  3. Pemberian reward dan punishment (penghargaan dan hukuman)
  4. Utang sebagai sumber pendanaan perusahaan
  5. Intervensi langsung oleh pemegang saham
  6. Meningkatkan kepemilikan saham oleh institusi

1. Good Corporate Governance (GCG)

Secara umum, Good corporate governance (GCG) adalah sebuah peraturan yang berhubungan dengan hubungan antara manajemen, pemegang saham, kreditur, karyawan, pemerintah dan pihak pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya masing masing.

Prinsip dari GCG adalah akuntabilitas, transparan, responsibilitas dan keadilan.

Masalah utama dalam teori agensi adalah adanya asimetri informasi. GCG paling tidak bisa mengurangi asimetri informasi, dan membatasi tindakan manipulasi laporan keuangan oleh manajemen.

Dalam menilai kinerja manajemen, pemegang saham selalu mengandalkan informasi dari laporan keuangan yang disajikan manajemen.

Namun, laporan keuangan yang disusun oleh manajemen apakah bisa dipertanggungjawabkan kebenarannnya ?

Apakah pemegang saham akan langsung percaya ?

Tentu saja tidak. Pemegang saham tidak langsung percaya terhadap laporan keuangan yang disusun oleh agen. Karena potensi penyimpangan dan manipulasi laporan keuangan selalu ada.

Untuk itu, manajemen keuangan mewajibkan laporan keuangan tersebut untuk diperiksa dengan cara AUDIT.

Pemegang saham akan mengeluarkan dana (agency cost) menyuruh pihak yang independen (auditor) untuk memeriksa laporan keuangan yang diterbitkan agen. Pemeriksaaan audit ini bertujuan agar laporan keuangan yang dihasilkan memang benar benar berkualitas tanpa ada penyimpangan-penyimpangan didalamnya.

Audit bukan hanya dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditor bahkan manajemen sendiripun memerlukan audit. Dengan audit, manajemen bisa memberikan legitimasi bahwa mereka telah bekerja dengan baik dan jujur.

Kreditor juga membutuhkan laporan hasil audit untuk memastikan kemampuan perusahaan dalam melunasi piutang dan bunganya.

Bisa dikatakan bahwa auditor menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan pihak yang terlibat dalam masalah keagenan.

Akuntanbilitas dan transparansi pada proses kinerja perusahaan akan meminimalkan adanya penyimpangan oleh agen.

Sebagai tambahan, laporan keuangan manajemen yang tepat waktu akan mengurangi terjadinya asimetri informasi. Semakin tidak tepat waktu, maka laporan keuangan bisa tidak relevan dengan kondisi terkini.

2. Menyamakan Kepentingan Manajemen

Salah satu cara mengatasi atau paling tidak meminimalkan masalah keagenan adalah dengan mensejajarkan atua menyamakan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen.

Untuk mensejajarkan kepentingan agen, prinsipal bisa memberikan bagian saham yang dimiliki kepada manajemen.

Pemberian bagian saham ini bisa membuat manajemen akan memberikan kinerja terbaiknya tanpa harus melakukan hal hal yang bisa merugikan pemegang saham karena manajemen sendiri adalah pemegang saham juga.

Kecil kemungkinan manajemen merugikan dirinya sendiri. Maka pemberian bagian saham ini bisa mengurangi biaya agensi. Strategi ini dikenal dengan istilah bonding mechanism atau mengikat manajemen dengan pemberian modal.

Namun, apabila manajemen menjual lagi saham yang telah dimiliki. Maka akan timbul masalah lagi tentunya.

3. Utang sebagai Sumber Pendanaan Perusahaan

Utang bisa menjadi salah satu cara meminimalkan masalah keagenan pada manajemen. Dengan utang, maka ada pihak lain yang ikut mengawasi kinerja dari manajemen perusahaan, yaitu KREDITUR.

Jadi bukan hanya pemegang saham selaku prinsipal saja yang akan mengawasi manajemen perusahaan, namun juga pihak eksternal yaitu kreditur juga mengawasi kinerjanya. Semakin banyak yang mengawasi maka peluang manajemen melakukan tindakan yang bisa merugikan akan semakin kecil.

Kreditur tentu berkepentingan untuk mengawasi manajemen agar manajemen tetap menghasilkan keuntungan untuk perusahaan agar piutangnya bisa dilunasi beserta bunganya.

Pengawasan oleh kreditur ini akan meminimalkan biaya pengawasan yang harus dikeluarkan oleh prinsipal. 

Namun, penggunaan utang yang berlebihan juga memunculkan masalah lain dalan teori agensi. Utang bisa memicu munculkna konflik antara pemegang saham dan kreditur. Terlebih jika ada syarat-syarat tertentu dalam perjanjian utang yang bisa bertolak belakang dengan keinginan dari pemegang saham.

Kreditur bisa membatasi penggunaan utang tersebut kepada agen. Rasio utang terhadap ekuitas harus diperhatikan agar tidak terjadi masalah keagenan.

4. Reward and Punishment (Penghargaan dan Hukuman)

Pemberian reward dan punishmed (penghargaan dan hukuman) kepada manajemen bisa menurunkan masalah agensi. Pemberian reward dan punishment ditentukan berdasarkan kinerja dari manajemen.

Manajemen berkinerja baik tentu akan mendapatkan reward dan begitu juga sebaliknya apabila kinerja manajemen tidak memuaskan bisa mendapatkan ancaman atau hukuman dari pemegang saham.

# Reward | Penghargaan

Pemberian reward bisa berupa pemberian insentif, bonus atau remunerasi yang memadai bahkan pemberian bagian saham yang diberikan sebagai apresiasi kinerja manajemen.

Prinsipal menilai manajemen berdasarkan kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba.

Semakin tinggi laba maka semakin tinggi dividen yang akan dibagikan, semakin tinggi pula insentif yang akan diterim aleh manajemen. Pemberian insentif ini bisa mendorong manajemen untuk memberikan kinerja terbaiknya kepada pemegang saham.

# Punishment | Pemberian (ancaman) Hukuman 

Pemberian ancaman bahkan hukuman terhadap manajemen yang berperilaku menyimpang dan merugikan pemegang saham bisa dilakukan untuk mengatasi masalah keagenan.

Hukuman yang diberikan oleh pemegang saham bisa berupa pemecatan, merotasi atua memindahkan tempat kerja dan posisi seseorang ketempat dan posisi yang jauh lebih buruk dibanding sebelumnya. Bahkan jika terbukti melakukan manipulasi yang melanggar hukum, pemegang saham bisa menjeratnya dengan hukum pidana.

Pemberian hukuman tentu sangat ditakuti oleh manajemen. Ancaman hukuman membuat manajemen bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal dan terhindar dari hukuman.

Manajemen akan berpikir berkali kali jika tidak ingin ketahuan melakukan kecurangan.

5. Intervensi Langsung oleh Pemegang Saham

Internvensi langsung oleh pemegang saham dapat membuat agen mengalami tekanan dan cenderung untuk main aman, tidak mau mengambil risiko dengan tidak mementingkan keuntungan pribadinya.

6. Meningkatkan Kepemilikan Saham oleh Institusi Lain

Peningkatan kepemilikan saham oleh pihak lain akan membuat biaya agensi menjadi lebih ringan dan manajemen akan semakin banyak yang mengawasi.

Ketika ada tambahan pemegang saham dari pihak lain, otomatis pihak lain juga akan mengawasi aktivitas manajemen. Semakin banyak pihak yang mengawasi, maka semakin kecil peluang manajemen untuk melakukan penyimpangan.

Biaya Agensi (Cost Agency)

Biaya keagenan atau cost agency adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk memastikan manajemen berperilaku tidak merugikan pemegang saham dan bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan prinsipal.

Jurnal pada makalah teori agensi yang berjudul Journal of Finance oleh Michael J dan William M (1976) mengatakan setidaknya ada 3 jenis biaya agen:
  1. Biaya yang dikeluarkan untuk mengawasi aktivitas manajerial, contohnya biaya audit
  2. Biaya yang dikeluarkan untuk membatasi  tindakan manajemen yang tidak diinginkan. Contohnya menunjuk anggota dari luar untuk dewan direksi atau hierarki manajemen.
  3. Biaya peluang (opportunity cost) ketika suara pemegang saham dibatasi. 
Pengaturan pengeluaran biaya agen harus diatur agar tidak berlebihan. Biaya keagenan tidak boleh "besar pasak daripada tiang".  mengeluarkan banyak biaya hanya untuk pengawasan namun dengan output yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Sedangkan Jensen and Meckling [1976] membagi jenis biaya agensi ini menjadi 3 jenis:
  1. Monitoring cost. Biaya yang muncul untuk mengawasi, mengukur, mengamati dan mengontrol perilaku agen.
  2. Bonding Cost. Biaya yang justru ditanggung oleh manajemen (agen) untuk bisa mematuhi dan menetapkan mekanisme yang ingin menunjukkan bahwa agen telah berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipal.
  3. Residual Loss. Biaya yang berupa menurunnya kesejahteraan prinsipal sebagai akibat dari adanya perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:
  1. Mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
  2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil
Prinsipal dan agen adalah pelaku utama dalam teori agensi, mereka mempunyai nilai tawar yang sama tinggi dalam peran dan kedudukan.

Teori agensi fokus pada kontrak yang akan dijalani harus kontrak kerjasama yang paling efisien.

Sebenarnya, masalah keagenan dan biaya biaya yang muncul pada teori keagenan bisa ditekan sedemikian rupa mulai dari pertama kali hendak melakukan kontrak antara pemegang saham dan manajemen.

Kontrak kerjasama harus disusun dengan jelas. Siapa yang pantas menjadi apa, siap yang pantas menduduki jabatan fungsional apa dalam perusahaan nantinya. Berapa selayaknya imbal jasa yang diberikan beserta insentif dan punishmentnya.

Fit and proper test mungkin perlu dilakukan dalam menyeleksi calon agen agar terpilih calon yang memang yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada.

Kontrak hubungan kerja yang optimal adalah kontrak kerja yang fairnes. Seimbang diantara keduanya. Semakin besar tugas yang diberikan, semakin sulit masalah yang akan dihadapi, maka semakin besar pula imbalan jasanya.

Teori agensi atau teori keagenan pada dasarnya hanya menyangkut hal hal seperti dibawah ini:
  1. Kontrol pemegang saham terhadap manajemen
  2. Biaya yang menyertai hubungan keagenan
  3. Meminimalkan dan menghindari biaya agensi
Daftar pustaka teori keagenan / teori agensi

Irfan A [2002] Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi pada Hubungan Agensi, Lintasan Ekonomi Vol XIX. No 02 PP 83 - 93

Ismiyanti F dan Hanafi M [2004]. Struktur Kepemilikan Resiko dan Kebijakan Keuangan ; Analisis Persamaan Simultan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 19 No 02 PP 176 - 196

Posting Komentar untuk "Penjelasan Teori Keagenan: Masalah dan Cara Mengatasinya"